BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan masuknya
kuman-kuman ke dalam alat-alat genital pada saat kehamilan dan persalinan.
Dinegara-negara berkembang dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari keaadaan
sempurna kejadian infeksi nifas masih besar. Infeksi nifas umumnya disebabkan
oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir.
Salah satu contoh infeksi nifas yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu
endometritis. Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium pada
lapisan sebelah dalam. Sama-sama kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada
masa nifas diindonesia masih tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan
dalam penanganan mengenai hal ini baik dalam masa kehamilan maupun persalinan .
Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal
higiene, kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang
endometritis bagi ibu menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk
membahas tentang infeksi nifas mengenai endometritis.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian Endometritis ?
2.
Apakah penyebab Endometritis ?
3.
Apa saja faktor predisposisi Endometritis ?
4.
Bagaimana klasifikasi Endometritis ?
5.
Bagaimana tanda dan gejala Endometritis ?
6.
Bagaimana penatalaksanaan Endometritis ?
1.3.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Endometritis
2.
Untuk mengetahui penyebab Endometritis
3.
Untuk mengetahui faktor predisposisi Endomentritis
4.
Untuk mengetahui klasifikasi Endometritis
5.
Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
6.
Untuk mengetahui tanda dan gejala Endometritis
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Endometritis
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri pada jaringan ( Ben-zion Tuber, 1994 ).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan
dalam dari rahim. ( Prof.dr.Ida Bagus, ).
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).
(Manuaba, I.B. G., 1998). Endometritis adalah suatu infeksi yang terjadi di
endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48 sampai
72 jam setelah melahirkan.
Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi ke
miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan
nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common
nonobstetric pendahulunya dalam populasi.
Endometritis dapat juga terjadi karena kelanjutan dari kelahiran yang tidak
normal, seperti abortus, retensi sekundinarum, kelahiran premature, kelahiran
kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang disebabkan oleh
alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
2.2.
Tipe
Endometritis
2.
Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial dan trofoblas
yang banyak)
3.
Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba fallopi,
biasanya akibat (Mycobacterium tuberculosis)
2.3.
Etiologi
Macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman
datang dari luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan
endogen (dari jalan lahir sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50%
adalah streptococcus anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi antara lain
adalah :
1.
Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan
menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen (ditularkan dari
penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
2.
Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen,
infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi di rumah sakit dan
dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat. Kuman ini biasanya
menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksi
umum.
3.
Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih
dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium.
Kuman inimerupakan sebab penting dari infeksi traktus urinarius.
4.
Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob,
jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi
pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun dari luar rumah
sakit.
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah
seksio sesarea terutama bila sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus
lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab lainnya dari endometritis adalah adanya
tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus dan melahirkan.
Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada
wanita adalah:
1.
Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2.
Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3.
Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4.
Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5.
Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6.
Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7.
Kelahiran secara bedah.
8.
Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
Miroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter
foetus, Brucella sp., Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga
dapat diakibatkan oleh bakteri oportunistik spesifik seperti
Corynebacterium pyogenes, Eschericia coli dan
Fusobacterium necrophorum .Endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi ,
kelahiran kembar , serta kerusakan jalan kelahiran sesudah melahirkan.
2.4.
Faktor
Predisposisi
1. Aborsi
2. Kelahiran kembar
3. Kerusakan jalan lahir
4. Kelanjutan retensio
plasenta yang mengakibatkan involusi pasca persalinan menjadi menurun
5. Adanya korpus luteun
persisten.
6. Persalinan Pervaginam
Jika dibandingkan
dengan persalinan perabdominan/sc, maka timbulnya endometritis pada tersalinan
pervaginam relatif jarang. Bila persalinan pervaginam disertai penyulit yaitu
pada ketuban pecah prematur yang lama, partus yang lama dan pemeriksaan dalam
berulang, maka kejadian endometritis akan meningkat sampai mendekati 6%. Bila
terjadi korioamniotis intrapartum, maka kejadian endometritis akan lebih tinggi
yaitu mencapai 13%.
7. Persalinan SC
SC merupakan faktor
predisposisi utama timbulnya endometritis dan erat kaitannya dengan status
sosial ekonomi penderita. Faktor resiko penting untuk timbulnya infeksi adalah
lamanya proses persalinan dan ketuban pecah, pemeriksaan dalam berulang dan
pemakaian alat monitoring janin internal. Karena adanya faktor resiko tersebut america
college of obsetricians andgynekologists menganjurkan pemberian
antibiotika profilaksis pada tindakan secsio caesarea.
2.5.
Tanda
dan Gejala Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain
:
1.
Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung
pada keparahan infeksi.
2.
Takikardia
3.
Menggigil dengan infeksi berat
4.
Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.
Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6.
Subinvolusi
7.
Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8.
Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium
fisiologis
9.
Perdarahan pervaginam
10.
Shock sepsis maupun hemoragik
11.
Abdomen distensi atau pembengkakan.
12.
Abnormal pendarahan vagina
13.
Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14.
Terjadi ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise)
2.6.
Klasifikasi
Endometritis
Menurut Wiknjosastro (2002),
1.
Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post
partum / post abortum. Pada endometritis post partum regenerasi endometrium
selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi
sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama terjadi pada abortus
provokatus.
Pada endometritis akuta,
endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik
terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak,
serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai
servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan menyebabkan endometritis akut.
Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis
puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui pembuluh-pembuluh darah
limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium, dan ke peritoneum
sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi oleh
gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan
sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya
nyeri pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut
ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus atau abortus, seperti
kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan IUD (intra uterine device)
ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman
yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada
endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan
oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi atas
kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling
penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a.
Demam
b.
Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar lochea
yang purulent.
c.
Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d.
Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Penatalaksanaan :
a.
Dalam pengobatan endometritis akut yang paling penting adalah
berusaha mencegah agar infeksi tidak menjalar.
Terapi :
a.
Uterotonika.
b.
Istirahat, letak fowler.
c.
Antibiotika.
d.
Endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma.
Dapat diberi estrogen.
2.
Endometritis kronika
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih
menstruasi. Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak
terbuang pada waktu menstruasi. Endometritis kronik primaria dapat terjadi
sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal dan meluas sampai ke bagian
endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya sel-sel plasma pada
stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul (PID), TBC, dan
klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka telah
memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker endrometrium. Gejala
endometritis kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian
bawah, leukorea serta kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan
tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
a.
Pada tuberkulosis.
b.
Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
c.
Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
d.
Pada polip uterus dengan infeksi.
e.
Pada tumor ganas uterus.
f.
Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB
genital. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah
endometrium yang meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat
desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat
peradangan dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan
terbentuklah apa yang dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena
adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a.
Flour albus yang keluar dari ostium.
b.
Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi :
a.
Perlu dilakukan kuretase.
2.7.
Patogenesis
Rahim merupakan organ yang steril sedangkan di vagina terdapat banyak mikroorganisme oportunistik. Mikroorganisme darivagina ini dapat secara asenden masuk ke rahim terutama pada saat perkawinan atau melahirkan.
Bila jumlah mikroorganisme terlalu banyak dan kondisi rahim mengalami gangguan maka dapat terjadi
endometritis. Kejadian endometritis kemungkinan besar terjadi pada saat kawin
suntik atau penanganan kelahiran yang kurang higienis, sehingga banyak bakteri
yang masuk, seperti bakteri non spesifik (E. coli, Staphilylococcus, Streptococcusdan Salmonella), maupun bakteri spesifik (Brucella sp,
Vibrio foetus dan Trichomonas foetus).
Infeksi uterus pada persalinan pervaginam terutama
terjadi pada tempat implantasi plesenta, desidua, dan miometrium yang
berdekatan.bakteri yang berkoloni diserviks akan dan vagina akan
menginvasi tempat implantasi plasenta saat itu biasanya merupakan sebuah luka
dengan diameter kurang lebih 4 cm dengan permukaan luka
berbenjol–benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah
ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman-kuman patogen
Infeksi uterus pasca operasi sesar umumnya akibat
infeksi pada luka operasi selain infeksi yang terjadi pada tempat implantasi
plasenta.
2.8.
Gambaran
Klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi
kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang
lokhea tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini
dinamakan lokiometra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang
setelah rintangan dibatasi. Uterus pada endometrium agak membesar, serta nyeri
pada perabaan, dan lembek.
Pada endometritis yang tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa
kurang sehat dan perut nyeri, mulai hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi
cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun, dan dalam kurang
lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada endometritis,
biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak boleh
menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat
kadang-kadang disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari
endometritis:
1.
Nyeri abdomen bagian bawah.
2.
Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3.
Kadang terjadi pendarahan.
4.
Dapat terjadi penyebaran :
a.
Miometritis
b.
Parametritis
c.
Salpingitis
d.
Ooforitis
e.
Pembentukan penahanan sehingga terjadi abses. (Manuaba, I. B. G., 1998)
Menurut Varney, H (2001), tanda
dan gejala endometritis meliputi:
1.
Takikardi 100-140 bpm.
2.
Suhu 30 – 40ᵒ celcius.
3.
Menggigil.
4.
Nyeri tekan uterus yang meluas secara lateral.
5.
Peningkatan nyeri setelah melahirkan.
6.
Sub involusi.
7.
Distensi abdomen.
8.
Lokea sedikit dan tidak berbau/banyak, berbau busuk, mengandung darah
seropurulen.
9.
Awitan 3-5 hari pasca partum, kecuali jika disertai infeksi streptococcus.
10.
Jumlah sel darah putih meningkat.
2.9.
Diagnosis
Endometritis dapat terjadi secara klinis dan subklinis. Diagnosis
endometritis dapat didasarkan pada riwayat kesehatan, pemeriksaan rektal, pemeriksaan vaginal
dan biopsi. Keluhan kasus endometritis biasanya beberapa kali
dikawinkan tetapi tidak bunting, siklus birahi diperpanjang kecuali pada endometritis yang
sangat ringan. Pemeriksaan vaginal dapat dilakukan dengan menggunakan vaginoskop dengan melihat
adanya lendir, lubang leher rahim (serviks) agak terbuka dan kemerahan di
daerah vaginadan leher rahim. Pada palpasi per rektal akan teraba
dinding rahim agak kaku dan di dalam rahim ada cairan tetapi tidak dirasakan
sebagai fluktuasi (tergantung derajat infeksi).
Secara klinis karakteristik endometritis dengan adanya pengeluaran
mucopurulen pada vagina, dihubungkan dengan ditundanya involusi uterus.
Diagnosa endometritis tidak didasarkan pada pemeriksaan histologis dari biopsy
endometrial. Tetapi pada kondisi lapangan pemeriksaan vagina dan palpasi
traktus genital per rectum adalah teknik yang sangat bermanfaat untuk diagnosa
endometritis. Pemeriksaan visual atau manual pada vagina untuk abnormalitas
pengeluaran uterus adalah penting untuk diagnosa endometritis, meski isi vagina
tidak selalu mencerminkan isi dari uterus. Flek dari pus pada vagina dapat
berasal dari uterus, cervik atau vagina dan mukus tipis berawan sering dianggap
normal. Sejumlah sistem penilaian telah digunakan untuk menilai tingkat
involusi uterus dan cervik, pengeluaran dari vagina alami. Sistem utama yang
digunakan adalah kombinasi dari diameter uterus dan cervik, penilaian isi dari
vagina.
Sangat penting untuk dilakukan diagnosa dan memberi perlakuan pada kasus
endometritis di awal periode post partum. Setiap ibu harus mengalami
pemeriksaan postpartum dengan segera pada saat laktasi sebagai bagian dari
program kesehatan yang rutin. Kejadian endometritis dapat didiagnosa dengan
adanya purulen dari vagina yang diketahui lewat palpasi rektal. Diagnosa lebih
lanjut seperti pemeriksaan vaginal dan biopsi mungkin diperlukan. Yang harus
diperhatikan pada saat palpasi dan pemeriksaan vaginal meliputi ukuran uterus,
ketebalan dinding uterus dan keberadaan cairan beserta warna, bau dan
konsistensinya. Sejarah tentang trauma kelahiran, distosia, retensi plasenta
atau vagina purulenta saat periode postpartum dapat membantu diagnosa
endometritis. Pengamatan oleh inseminator untuk memastikan adanya pus,
mengindikasikan keradangan pada uterus. Sejumlah kecil pus yang terdapat
pada pipet inseminasi dan berwarna keputihan bukanlah suatu gejala yang
mangarah pada endometritis.
Keradangan pada cervix (cervisitis) dan vagina (vaginitis) juga mempunyai
abnormalitas seperti itu. Bila terdapat sedikit cairan pada saat palpasi
uterus, penting untuk melakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu dengan menggunakan
spekulum. Untuk beberapa kasus endometritis klinis atau subklinis,
diagnosa diperkuat dengan biopsy uterin. Pemeriksaan mikroskopis dari jaringan
biopsy akan tampak adanya peradangan akut atau kronik pada dinding uterus.
Pemeriksaan biopsi uterin dapat untuk memastikan terjadinya endometritis dan
adanya organisme di dalam uterus. Tampak daerah keradangan menunjukkan terutama
neutrofil granulocyte dan dikelilingi jaringan nekrosis dengan koloni coccus.
Cara sederhana juga adalah dengan melakukan pemeriksaan manual pada vagina
dan mengambil mukus untuk di inspeksi. Keuntungan teknik ini adalah murah,
cepat, menyediakan informasi sensory tambahan seperti deteksi laserasi vagina
dan deteksi bau dari mukus pada vagina. Satu prosedur adalah pembersihan vulva
menggunakan paper towel kering dan bersih, sarung tangan berlubrican melalui
vulva ke dalam vagina. Pinggir, atas dan bawah dinding vagina dan os cervik
eksterna dipalpasi dan isi mukus vagina diambil untuk diperiksa. Tangan
biasanya tetap di vagina untuk sekurangnya 30 detik. Pemeriksaan vagina manual
telah sah dan tidak menyebabkan kontaminasi bakteri uterus, menimbulkan phase
respon protein akut atau menunda involusi uterus. Tetapi operator sadar bahwa
vaginitis dan cervicitis mungkin memberikan hasil yang salah. Vaginoscopy dapat
dilakukan dengan menggunakan autoclavable plastik, metal atau disposable foil-
lined cardboard vaginoscope, yang diperoleh adalah inspeksi dari isi vagina.
Tetapi mungkin ada beberapa resistensi menggunakan vaginoscop karena dirasa
tidak mudah, potensial untuk transmisi penyakit dan harganya. Alat baru untuk
pemeriksaan mukus vagina terdiri dari batang stainless steel dengan hemisphere
karet yang digunakan untuk mengeluarkan isi vagina.
2.10.
Komplikasi
Komplikasi yang potensial dari
endometritis adalah sebagai berikut:
1.
Luka infeksi
Infeksi luka biasanya terjadi
pada hari kelima pasca operasi sebagai demam menetap meskipun pasien mendapat
terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan
drainase insisi
2.
Karena peritonitis
Peritonitis pasca sesar mirip
dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya tidak terlalu
mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri
mungkin hebat. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke peritonium di
dekatnya (peritonitis panggul),terapi biasanya medis. Sebaliknya peritonitis
abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus,
sebaiknya diterapi secara bedah .
3.
Parametrial phlegmon
Pada sebagian wanita yang
mengalami metritis setelah sesar , terjadi selulitis parametrium yang intensif.
Hal ini menyebabkan terbentuknya daerah indursi yang disebut flegmon, di dalam
lembar-lembar ligamentum latum (parametria)atau dibawah lipatan kandung kemih
yang berada di atas insisi uterus. Selulitis ini umumnya unilateral dan dapat
meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan
jika demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk
endomiometritis pasca sesar.
4.
Panggul abses
Flegmon parametrium dapat
mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang fluktuatif. Jika
abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat dilakukan
drainase abses dengan menggunakan tuntunan computed tomography, kolpotami, atau melalui
abdomen, bergantung pada lokasi abses.
5.
Abses subfasia dan Terbukanya jaringan parut uterus
Kompilkasi serius endometritis
pada wanita yang melahirkan sesar adalah terbukanya insisi akibat infeksi
nekrosis disertai perluasan ke dalam ruang subfasia di sekitar dan akhirnya
pemisahan insisi fasia . Hal ini bermanifestasi sebagai drainase subfasia pada
wanita dengan demam lama. Di perlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus
yang terinfeksi.
6.
Septik panggul thrombophlebitis
Di dahului oleh infeksi bakteri
di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus. Infeksi dapat meluas di
sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena di ovarium.
2.11.
Penatalaksanaan
1.
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terapi.
Evaluasi klinis dari organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga
pengetahuan bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan
petunjuk untuk terapi antibiotik.
2.
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi
ditambah terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi
makanan lewat mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk
memberikan nutrisi yang memadai.
3.
Pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus
atau post partum.
4.
Tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
5.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan
plasenta yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai
sangat penting. Jaringan plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase
perlahan-lahan dan hati-hati. Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi
bilateral mungkin ditemukan bila klostridia telah meluas melampaui endometrium
dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia (syok, hemolisis, gagal
ginjal)
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Endometritis adalah
suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada
jaringan. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio
plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.
Endometritis
ini terjadi karena karena kurangnya kesadaran ibu nifas dalam hal
personal higiene dan merawat luka perineum. Padahal infeksi ini
dalam jangka pendek dapat menyebabkan terjadinya penurunan kesuburan dan dalam
jangka panjang menggannggu sistem reproduksi karena perubahan saluran
reproduksi. Pengobatan dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam kasus
endometritis.
3.2.
Saran
Kepada mahasisiwi kebidanan agar lebih dapat memahami jenis infeksi pada
ibu nifas terutama endometritis.
Bagi petugas kesehatan khususnya bidan dapat mengetahui tindak lanjut
penanganan endometritis pada ibu nifas, dan bidan dapat mengenali tanda dan
gejala terjadinya endometritis.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Saifuddin, A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternaldan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro
Harjo
http://id.wikipedia.org/wiki/Endometritis diunduh pada tanggal 5
april 2013
http://octarinimayyasari.blogspot.com/2013/05/makalah-endometritis.html