BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu
indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka
Kematian Ibu tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti
Thailand hanya 44 per 100.000 kelahiran hidup, Malaysia 39 per 100.000
kelahiran hidup, dan Singapura 6 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2003).
Berdasarkan SDKI 2007 Indonesia telah berhasil menurunkan Angka Kematian Ibu
dari 390/100.000 kelahiran hidup (1992) menjadi 334/100.000 kelahiran hidup
(1997). Selanjutnya turun menjadi 228/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI,
2008). Meskipun telah terjadi penurunan dalam beberapa tahun tarakhir akan
tetapi penurunan tersebut masih sangat lambat (Wilopo, 2010).
Angka Kematian Ibu di Indonesia bervariasi,
Provinsi dengan Angka Kematian Ibu terendah adalah DKI Jakarta dan tertinggi
adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Profil Kesehatan 2009). Separuh dari
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan. Dua pertiga dari semua kasus
perdarahan pascapersalinan terjadi pada ibu tanpa faktor risiko yang diketahui
sebelumnya, duapertiga kematian akibat perdarahan tersebut adalah dari jenis
retensio plasenta, dan tidak mungkin memperkirakan ibu mana yang akan mengalami
atonia uteri maupun perdarahan (WHO, 2008). Kondisi kematian ibu secara
keseluruhan diperberat oleh “tiga terlambat” yaitu terlambat dalam pengambilan
keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan, terlambat dalam mendapatkan pertolongan
yang tepat di fasilitas.
Upaya percepatan penurunan angka kematian ibu
telah banyak dilakukan, antara lain melalui peningkatan aksessibilitas serta
kualitas pelayanan. Upaya peningkatan aksessibilitas pelayanan kesehatan
dilakukan dengan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui
paket penempatan tenaga bidan dan polindes di berbagai pelosok pedesaan serta
tenaga dokter di daerah terpencil atau sangat terpencil. Sedangkan dari aspek
kualitas pelayanan, dilakukan melalui upaya peningkatan kemampuan/kompetensi
tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan dasar dan rujukan (PONED/PONEK), serta
berbagai program intervensi lain (Kemenkes RI, 2008).
Meskipun berbagai upaya tersebut telah
dilakukan namun jumlah kasus kematian yang terjadi masih tinggi dan jauh dari
target nasional yang diharapkan. Sesuai target Nasional menurut MDGs yaitu
menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar ¾ dari Angka Kematian Ibu pada tahun 1990
(450 per 100.000) menjadi 102 per 100.000 pada tahun 2015 (Agan et al, 2010).
Hal ini menunjukkan bahwa status kesehatan masyarakat di Pulau Lombok masih
perlu mendapatkan penanganan terutama masalah kesehatan ibu. Hal ini terjadi
karena intervensi yang diberikan masih bersifat parsial dan pada lokasi
tertentu saja, disamping itu juga masih banyak program intervensi yang kurang
tepat sasaran.
1.2 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian ibu
2.
Untuk
membantu mahasiswa memahami materi“Angka Kematian Ibu”
3.
Untuk
memberikan informasi terhadap pembaca tentang materi yang disajikan
1.3 Manfaat
1.
Untuk
menambah pengetahuan tentang faktor determinan yang berhubungan dengan kematian
ibu
2.
Untuk
memahami Materi Indikator Masalah Kesehatan Wanita agar dapat di aplikasikan
dalam melakukan pelayanan dan pertolongan yang tepat guna.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah
banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak
terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan
karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per
100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan pengertian angka
kematian ibu (maternal death) menurut WHO adalah adalah kematian selama
kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakirnya kehamilan, akibat semua
sebab yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya,
tetapi bukan disebabkan oleh kecelakaan atau cedera.
Angka kematian ibu
merupakan indikator kesehatan yang cukup penting. Angka kematian
ibu diketahui dari jumlah kematian karena kehamilan, persalinan dan ibu
nifas per jumlah kelahiran hidup di wilayah tertentu dalam waktu tertentu.
Angka
Kematian Ibu mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan dan
melahirkan yang dipengaruhi oleh : keadaan sosial ekonomi dan kesehatan
menjelang kehamilan, kejadian berbagai komplikasi pada kehamilan dan
kelahiran, serta tersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan prenatal dan obstetric.
Angka Kematian Ibu maternal
(AKI) diperoleh melalui berbagai survey yang dilakukan secara khusus seperti
survey di Rumah Sakit dan beberapa survey di masyarakat dengan cakupan wilayah
yang terbatas. Dengan dilaksanakannya Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dan
Survey Demografi & Kesehatan Indonesia (SDKI), maka cakupan wilayah
penelitian AKI menjadi lebih luas dibanding survey-survey sebelumnya. Untuk
melihat kecenderungan AKI di Indonesia secara konsisten, digunakan data hasil
SKRT.
WHO telah
menetapkan sejumlah sistem klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini,
diharapkan akan meningkatkan kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada
akhirnya akan menurunkan angka kematian ibu.
Perbandingan
angka kematian ibu di beberapa Negara
Negara
|
Kematian
Ibu / 100.000
|
Singapura
Malaysia
Thailan
Philipina
Indonesia
Sri
Langka
India
Afrika
Amerika
Latin
USA,
Eropa dan Kanada
|
5
69
100
142
450
95
630
500-600
300
10
|
Indonesia
dilingkungan ASEAN, merupakan Negara dengan angka kematian Ibu dan Prinatal
tertinggi, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih
memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu
2.2 Angka
Kematian Ibu Tahun 1988 – 2010/2011
Angka kematian ibu dan perinatal merukan
ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana suatu negara. Sekitar tahun 1980-an, angka kematian ibu di indonesia
masih tinggi, yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan
di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000
atau sejumlah 28.000 orang atau setiap 18 – 29 menit sekali. Karena tingginya
angka kematian ibu dan perinatal di indonesia (tertinggi di ASEAN), bidang
pelayanan kebidanan masih memerlukan perhatian yang sangat serius. Angka
kematian perinatal ibu yang tinggi sebagian besar akibat persalinan dibantu
oleh dukun. Dukun beranak memang belum mampu diganti seluruhnya dalam waktu
relatif singkat karena masih mendapat kepercayaan dari masyarakat.
AKI menurun dari 450 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 1992, Hasil
survei demografi Kesehatan Indonesia tahun 1994 menunjukkan angka 390 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada hasil SKRT 1995, angka kematian ibu
sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian ibu di Indonesia tahun 1997
adalah 334 per 100.000 kelahiran hidup Pada SKRT 2001 tidak dilakukan survey
mengenai AKI. Pada tahun 2002-2003, AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup
diperoleh dari hasil SDKI dan 300 per 100.000 kelahiran pada tahun 2004. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) tahun 2007, angka kematian maternal di Indonesia mencapai
248/100.000 kelahiran hidup, itu berarti setiap 100.000 kelahiran hidup masih
ada sekitar 248 ibu yang meninggal akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan. Sedangkan pada tahun 2010/2011 dari data SDKI terjadi
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 112 per 100.000
Meskipun terjadi
penurunan AKI dari tahun ke tahun, akan tetapi penurunannya tidak terlalu
signifakn. Perhatikan perubahan dari tahun 1992-1994, penurunannya hanya 35
poin, dan tahun 1995-1997 penurunannya sebanyak 39 poin. Malah tahun 2002-2003
hanya mengalami penurunan sebanyak 27 poin dari AKI tahun 1997. Penurunan AKI
per 100.000
kelahiran hidup berjalan
lambat.
2.3 Faktor Penyebab Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)
Masalah
kesehatan dan mortalitas sangat erat hubungannya dengan Angka Kematian Ibu
(AKI) atau lebih dikenal dengan istilah maternal mortality (kematian
maternal). Kematian maternal adalah kematian
perempuan hamil atau kematian dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa
mempertimbangkan umur dan jenis kehamilan sebagai komplikasi persalinan atau
nifas, dengan penyebab terkait atau diperberat oleh kehamilan dan menajemen
kehamilan, tetapi bukan karena kecelakaan
Tiga faktor utama penyebab kematian ibu di Indonesia
adalah:
1.
Faktor medis (langsung dan
tidak langsung)
2.
Faktor sistem pelayanan (sistem
pelayanan antenatal, sistem pelayanan persalinan dan sistem pelayanan pasca
persalinan dan pelayanan kesehatan anak)
3.
Faktor ekonomi, sosial budaya
dan peran serta masyarakat (kurangnya pengenalan masalah, terlambatnya proses
pengambilan keputusan, kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan,
pengarusutamaan gender, dan peran masyarakat dalam kesehatan ibu dan anak) .
Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam penurunan
Angka Kematian Ibu adalah peningkatan keterjangkauan
(akses) dan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan peningkatan kualitas
pelayanan pada saat dan pasca persalinan (13% kematian martenal disebabkan oleh
aborsi dan di dunia terjadi 55000 kali aborsi setiap harinya, 95% diantaranya
terjadi di negara berkembang).
Kematian
ibu di rumah sakit disebabkan karena banyaknya kasus kegawat-daruratan pada
kehamilan, persalinan dan nifas. Penyebab langsung kematian ibu yang terbanyak
adalah: perdarahan, hipertensi pada kehamilan, partus macet, infeksi dan
komplikasi aborsi.
Persalinan
di rumah dan ditolong oleh dukun, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
masih tingginya AKI di Indonesia. Data Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa
persalinan di fasilitas kesehatan 55,4% dan masih ada persalinan yang dilakukan
di rumah (43,2%). Pada kelompok ibu yang melahirkan di rumah ternyata baru
51,9% persalinan ditolong oleh bidan, sedangkan yang ditolong oleh dukun masih
40,2%, ujar Menkes.
Kondisi
tersebut masih diperberat dengan adanya faktor risiko 3 Terlambat yaitu
terlambat mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat merujuk/
transportasi dan terlambat menangani dan 4 Terlalu yaitu melahirkan terlalu
muda (dibawah 20 tahun), terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu dekat (jarak
melahirkan kurang dari 2 tahun) dan terlalu banyak (lebih dari 4 kali).
Faktor
penyebab tingginya angka kematian ibu diantaranya disebabkan belum adanya
kesadaran dari berbagai elemen -elemen masyarakat tentang pentingnya kesehatan
ibu, tidak terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan kesehatan atau terbatasnya
tempat pelayanan kesehatan, juga letak geografis daerah yang sukar di jangkau
oleh tenaga medis untuk memberikan pelayanan kesehatan, disamping perbedaan
latar belakang kondisi ekonomi, sosial budaya di daerah tersebut. Disamping
itu, lemahnya dukungan dan perhatian pemerintah daerah setempat terhadap kaum
perempuan turut mempengaruhi tingginya angka kematian ibu di daerah tersebut.
Hal tersebut dapat dilihat dari kebijakan-kebijakan serta program-program yang
dikeluarkan, serta minimnya dana yang dikeluarkan untuk kesehatan ibu atau
untuk menekan angka kematian ibu.
Faktor
penyebab lainnya adalah hubungan tidak harmonis antara dukun tradisional dan
bidan desa, sebagai dampak dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan setiap
persalinan atau proses kelahiran harus ditangani oleh bidan desa atau dokter.
Dukun di desa yang sebelumnya memegang peranan penting dalam proses kelahiran di
daerah yang sulit dijangkau harus mengikuti anjuran dari pemerintah. Namun,
karena terbatasnya tenaga medis (bidan desa serta dokter) serta medan geografis
yang sulit dijangkau membuat tenaga medis tidak bisa segera memberikan bantuan
persalinan ibu yang akan melahirkan. Hal tersebut mengakibatkan kondisi ibu
yang akan melahirkan kritis dan akhirnya proses kelahiran kembali ditangani
oleh dukun tradisional, yang notabene tinggal berdekatan dengan pasien.Akibatnya
timbul asumsi pada masyarakat bahwa tingginya angka kematian ibu disebabkan
karena tindakan dukun tradisional dalam proses persalinan, bukan karena
keterlambatan penanganan dalam proses kelahiran.
Minimnya
atau tebatasnya tempat pelayanan kesehatan juga mempengaruhi tingkat angka
kematian ibu di yang cukup tinggi. Masalah tersebut timbul disebabkan banyaknya
lokasi yang sulit dijangkau dan juga kurangnya tenaga medis terlatih untuk
menangani masalah – masalah kesehatan terutama pertolongan ibu yang akan
melahirkan. Hal ini turut didukung dengan kurangnya penyuluhan-penyuluhan
tentang kesehatan ibu (kurangnya pemberian materi Komunikasi, Informasi dan
Edukasi/KIE) sehingga menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat akan
pentingnya kesehatan ibu, seperti pengetahuan akan masa sebelum kehamilan, saat
hamil, atau paska persalinan, atau pentingnya asupan gizi bagi ibu hamil.
Masih rendahnya tingkat pendidikan perempuan tingginya
angka kematian ibu, menurut data dari Depertemen Pendidikan Nasional 2002/2003
menyebutkan bahwa angka buta aksara di daerah tersebut adalah sebanyak 108
untuk laki-laki dan 900 untuk perempuan. Faktor ketidakmampuan membaca dan
menulis tersebut turut mengakibatkan kurangnya informasi atau pengetahuan yang
di dapat oleh masyarakat provinsi tersebut.
Banyak ditemukannnya kasus ketidaksetaraan gender di
masyarakat, membuat perempuan menjadi nomor dua dan laki-laki yang berkuasa.
Membuat perempuan hanya bisa menerima dan menurut saja. Mengakibatkan timbul
tindak kekerasan terhadap perempuan, perempuan tidak bisa melawan atau memiliki
suara. Kekerasan terhadap perempuan merupakan persoalan berbasis ketidakadilan
gender yang terjadi pada masyarakat. Gerakan suami siaga (siap antar jaga) pun
kurang mengubah keadaan, karena rendahnya tingkat partisipasi pria di daerah
tersebut.
Faktor
sosial budaya juga menjadi salah satu penyebab buruknya kondisi kesehatan dan
gizi kaum perempuan. Kondisi kesehatan ibu dan anak bayi sangat buruk, tetapi
tidak diperhatikan karena dinilai bukan kebutuhan mendesak.
Mungkin
masih terdapat banyak faktor-faktor yang dapat menjadi penghambat proses
penurunan angka kematian ibu, maka diperlukan peran serta semua pihak untuk
bisa menekan tingginya angka kematian ibu.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia
terbagi menjadi 5 yang diambil sample dari RSUP Cipto Mangunkusumo, Jakarta
yang dikaji oleh tim kinerja IGD RSCM bagian Obstetri-Ginekologi yaitu :
- Perdarahan.
Perdarahan post partum dan masa nifas menjadi penyumbang no 1 penyumbang
meningkatnya angka kematian ibu ini dengan 20-50 persen kematian disebabkan
karena adanya perdarahan yang tidak terkontrol.
- Eklamsia.
Tanda-tanda eklamsia harus pula diketahui untuk mencegah kematian ibu
pula. Bagi sahabat yang ingin mengetahui secara lengkap mengenai eklamsia
bisa
- Sepsis.
Pengertian sepsis terutama sepsis karena kehamilan (sepsis maternal)
adalah infeksi bakteri yang parah yang terjadi di uterus (rahim) dan
terjadi beberapa hari setelah melahirkan. Bakteri penyebab utama penyakit
ini adalah Group A Streptococcus (GAS).
- Infeksi.
Proses infeksi ini masuk dalam penyebab tidak langsung penyebab kematian.
Infeksi ini biasanya berupa malaria, tuberkulosis dan hepatitis.
- Gagal
Paru. Gagal paru merupakan kegagalan pernapasan akut yang berisiko tinggi
menimbulkan kematian. Penyebabnya karena embolisme paru (pulmonary
embolism) yang terjadi setelah proses persalinan
2.4 Upaya
dan Pencegahan Angka Kematian Ibu (AKI)
Penyebab kematian ibu dapat berhubungan langsung maupun tidak langsung
dengan kehamilan, dan umumnya terdapat sebab utama yang mendasari. Dalam upaya
memudahkan identifikasi kematian ibu, WHO telah menetapkan sejumlah sistem
klasifikasi kematian ibu. Dengan adanya sistem ini, diharapkan akan meningkatkan
kewaspadaan, perencanaan tindakan, dan pada akhirnya akan menurunkan angka
kematian ibu
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia,
Kementerian Kesehatan menetapkan lima strategi operasional yaitu :
1.
penguatan
Puskesmas dan jaringannya; penguatan manajemen program dan sistem rujukannya
2.
Meningkatkan
peran serta masyarakat
3.
Kerjasama
dan kemitraan
4.
Kegiatan
akselerasi dan inovasi tahun 2011
5.
Penelitian
dan pengembangan inovasi yang terkoordinir
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr.
Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH dalam paparan yang berjudul “Kebijakan
Dan Strategi Pembangunan Kesehatan Dalam Rangka Penurunan Angka Kematian Ibu”
kepada para peserta Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pembangunan Kependudukan
dan Keluarga Berencana di kantor BKKBN Jakarta, 26 Januari 2011.
Menkes menambahkan terkait strategi keempat yaitu kegiatan akselerasi
dan inovasi tahun 2011, upaya yang dilakukan Kementerian Kesehatan yaitu :
1.
Kerjasama
dengan sektor terkait dan pemerintah daerah telah menindaklanjuti Inpres no. 1
Tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional dan
Inpres No. 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan melalui
kegiatan sosialisasi, fasilitasi dan advokasi terkait percepatan pencapaian
MDGs. Akhir tahun 2011, diharapkan propinsi dan kabupaten/kota telah selesai
menyusun Rencana Aksi Daerah dalam percepatan pencapaian MDGs yaitu
mengentaskan kemiskinan ekstrim dan kelaparan, mengurangi tingkat kematian
anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular
lainnya.
2.
Pemberian
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), mulai tahun 2011 setiap Puskesmas mendapat
BOK, yang besarnya bervariasi dari Rp 75 juta sampai 250 juta per tahun. Dengan
adanya BOK, pelayanan “outreach” di luar gedung terutama pelayanan KIA-KB dapat
lebih mendekati masyarakat yang membutuhkan.
3.
Menetapkan
Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat (IPKM) berupa indikator komposit
(status kesehatan, perilaku, lingkungan dan akses pelayanan kesehatan) yang
digunakan untuk menetapkan kabupaten/kota yang mempunyai masalah kesehatan. Ada
130 kab/kota yang ditetapkan sebagai DBK yang tahun ini akan didampingi dan
difasilitasi Kementerian Kesehatan.
4.
Penempatan
tenaga strategis (dokter dan bidan) dan penyediaan fasilitas kesehatan di
Daerah Terpencil, Perbatasan, Kepulauan (DTPK), termasuk dokter plus, “mobile
team”.
5.
Akan
diluncurkan 2 Peraturan Menteri Kesehatan terkait dengan standar pelayan KB
berkualitas, sebagaimana diamanatkan UU no 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Selain itu menurut Menkes, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan akan
meluncurkan Jaminan Persalinan (Jampersal) yang mencakup pemeriksaan kehamilan,
pelayanan persalinan, nifas, KB pasca persalianan, dan neonatus. Melalui
program ini, persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
diharapkan meningkat, demikian pula dengan pemberian ASI dini, perawatan bayi
baru lahir, pelayanan nifas dan KB pasca persalinan.
Selain itu penurunan angka kematian ibu dapat
dilakukan :
1.
Pada
masa sebelum masa kehamilan, yaitu perilaku sehat termasuk nutrisi, aktivitas
fisik, perawatan sebelum konsepsi, menghindari substansi yang membahayakan alat
reproduksi
2.
Perencanaan
masa kehamilan, yaitu dengan perawatan kehamilan awal yang berkualitas,
pengetahuan gejala dan timbulnya tanda munculnya masalah
3.
Pada
masa persalinan yaitu melakukan persalinan yang sehat, persalinan disaat yang
tepat dengan intervensi minimal, serta bantuan pada pasca persalinan yang
disertai penyuluhan serta pemeliharaan kualitas kesehatan lingkungan.
Sasaran Jampersal adalah 2,8 juta ibu bersalin yang selama ini belum
terjangkau oleh jaminan persalinan dari Jamkesmas, Jamkesda dan asuransi
kesehatan lainnya. Ruang lingkupnya adalah : pelayanan persalianan tingkat
pertama, tingkat lanjutan, dan persiapan rujukan di fasilitas kesehatan
Pemerintah dan Swasta. Kelompok inilah yang akan ditanggung Jampersal.
Pelayanan yang dijamin melalui Jampersal yaitu: pemeriksaan kehamilan 4 kali,
pertolongan persalinan normal dan dengan komplikasi, pemeriksaan nifas 3 kali
termasuk pelayanan neonatus dan KB paska persalinan, pelayanan rujukan ibu/bayi
baru lahir ke fasilitas kesehatan lebih mampu.
Menurut Menkes terkait strategi penguatan Puskesmas dan jaringannya
dilakukan dengan menyediakan paket pelayanan kesehatan reproduksi (kespro)
esensial yang dapat menjangkau dan dijangkau oleh seluruh masyarakat, meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yaitu: Kesehatan ibu dan
bayi baru lahir, KB, kespro remaja, Pencegahan dan penanggulangan infeksi
menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS; dan mengintegrasikan pelayanan kespro
dengan pelayanan kesehatan lainnya yaitu dengan program gizi, penyakit menular
dan tidak menular.
Yang berperan terhadap kematian
ibu maternal adalah IBU Bidan, Keluarga Ibu hamil dan Dukun, seperti yang
terlihat pada gambar diatas. Ketiga komponen atau unsur ini posisinya sangat
lemah. Keluarga ibu hamil baik kaya
maupun miskin walaupun di pengaruhi dan
mempengaruhi oleh bidan dan dukun, apabila tidak di difasilitasi/didukung oleh
komponen yang ada disekitar misalnya keluarga dekatnya, tetangganya maupun
orang-orang yang pedulinya terhadapnya, sangatlah beresiko terjadinya pilihan
yang tidak tepat dalam pelayanan
keperawatan kehamilan/persalinan/nifas yang mengakibatkan kematian ibu.
Bidan senior maupun yunior, profesional
maupun baru belajar profesional, dalam
memberikan pelayanan mempengaruhi maupun di pengaruhi ibu hamil atau
keluarganya maupun melalui dukun yang sekarang dikenal dengan kemitraan bidan
dan dukun, apabila tidak difasilitasi/didukung oleh komponen-komponen
disekitarnya misalnya, masyarakat yang ada disekitarnya, bidan sesamanya maupun
orang-orang yang peduli terhadap keberadaan bidan, sangatlah beresiko terjadi
kelalaian yang mengakibatkan kematian ibu.
Dukun, terlatih maupun tidak terlatih,
bermitra maupun tidak bermitra,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keluarga ibu hamil dan bidan, apabila tidak difasilitasi/dukung oleh
komponen-komponen disekitarnya semisal masyarakat di sekitarnya terutama tokoh
masyarakat, tokoh agama dan orang-orang yang peduli terhadap keberadaan dukun, sangatlah beresiko
terjadinya kesalahan pelayanan dan
perawatan kehamilan/persalinan/nifas yang mengakibatkan kematian.
Dari gambaran ketiga unsur ini, bidan walaupun dia profesional, keluarga walaupun
dia kaya, dukun walaupun dia telah bermitra dan terlatih, kematian tetap akan
terjadi, karena ketiga komponen atau
unsur yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi diatas dalam posisi yang lemah
pada pelayanan kesehatan maternal komunitas.
Faktor-faktor diluar dari ketiga komponen
atau unsur tersebut sangat mempengaruhi
pelayanan kesehatan maternal (ibu hamil, persalinan dan nifas). Faktor-faktor
inilah yang tidak berkembang (bukan tidak ada).
Sistem pelayanan yang dilakukan oleh bidan
sendiri (mandiri-profesional) masih dalam posisi yang tetap lemah, karena ia
bekerja dalam lingkup komunitas yang
setiap saat selalu berubah, tidak seperti pelayanan bidan yang telah baku dalam
suatu institusi semisal klinik bersalin.
Diperlukan fasilitasi dan dukungan yang utuh
dari ketiga unsur bidan, ibu hamil dan dukun dalam menjalin kehamilan dan
persalinan serta nifas yang aman serta bayi yang dilahirkan normal dan sehat.
Fasilitasi dan dukungan itu berupa tenaga yang dapat masuk ketiga unsur seperti
gambar dibawah ini. Itu juga sarana pelayanan yang bidan kembangkan tidak akan bisa memenuhi standar APN (Asuhan
Persalinan Normal) karena ia berada di rumah, bahkan di poskesdes sekalipun,
karena sekali lagi di pengaruhi
lingkungan komunitas yang setiap saat selalu berubah, setiap keluarga ibu
hamil, bidan maupun dukun ketika berinteraksi
mempunyai masalah yang berbeda-beda.
Tenaga ini sebagai fasilitator, sebagai
seorang motivator, seorang MANAJER dalam pengembangan masyarakat bidang
kesehatan, khususnya tenaga yang mampu
menjamin kehamilan, persalinan yang aman, dan bayi normal dan sehat,
masyarakat difungsikan, masyarakat dimotivasi, dan akhirnya masyarakat atau
komponen/unsur yang seharusnya peduli
kepada ibu hamil, bidan dan dukun dapat berbuat (aktif) lebih banyak untuk
menurunkan kematian ibu.
Fasilitator ini, yang juga sebagai seorang
manajer, akan bekerja dengan bidan, ibu
hamil dan juga dukun, pada saat tertentu
yang terjadwal melakukan pertemuan, bukan satu dua kali tapi sampai masalahnya
bisa terpecahkan, menfasilitasi bidan, mengfasilitasi ibu hamil dan keluarganya
dan menfasilitasi peran dukun. Kemudian mencoba melibatkan masyarakat,
menfungsikan masyarakat bahkan memotivasi masyarakat untuk bisa terlibat
langsung dengan bidan, keluarga ibu
hamil dan dukun. Intinya fasilitator
disini adalah mempermuda bidan, ibu hamil dan dukun, dengan sumber daya yang
ada disekitarnya yaitu masyarakat dapat difungsikan (over behavior bukan cover
behavior) dan masyarakat termotivasi (over motivation bukan cover motivation).
2.5 Gerakan
Sayang Ibu
Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan upaya untuk meningkatkan pemberdayaan
perempuan dan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang masih
tinggi dan merupakan gerakan masyarakat bekerja sama dengan pemerintah. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan GSI adalah suatu gerakan yang dilaksanakan oleh
masyarakat bekerja sama dengan pemerintah untuk meningkatkan perbaikan kualitas
hidup perempuan (sebagai sumber daya manusia) melalui berbagai kegiatan yang
mempunyai dampak terhadap upaya penurunan angka kematian ibu karena
hamil,melahirkan, dan nifas, serta kematian bayi. GSI yang kegiatannya
ditunjang oleh Tim Pokja dan Tim Satgas GSI diarahkan agar mampu mendorong
masyarakat untuk berperan aktif dan mengembangkan potensinya dengan melahirkan
ide-ide kreatif dalam melaksanakan GSI di daerahnya.
Kegiatan-kegiatanya antara lain:
1.
Melaksanakan
pendataan ibu hamil, memberikan kode-kode tertentu untuk memberi tanda bagi ibu
hamil beresiko tinggi (tanda biru), untuk yang normal diberi tanda kuning. Ini
pertama kali dikembangkan di Sumatera Selatan, lalu dikembangkan di daerah
lain.
2.
Melaksanakan
kegiatan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi), melalui pengajian dan penyuluhan
bagi calon pengantin, bisa juga dikembangkan dalam bentuk nyanyian, tarian,
operet, puisi sayang ibu. Hendaknya juga didukung oleh para Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB), Petugas Depag, Dinas Kesehatan dan sebagainya.
3.
Menyediakan
Pondok Sayang Ibu. Ide ini pertama kali dicetuskan di Lampung.
4.
Menggalang
Dana Bersalin (Arlin) dari masyarakat sebagai bentuk kepedulian.
5.
Menggalang
sumbangan donor darah untuk membantu persalinan.
6.
Menyediakan
Ambulans Desa, bisa berupa becak, mobil roda empat milik warga yang
dipinjamkan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kematian ibu adalah kematian perempuan pada
saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan
tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang
disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, tetapi bukan karena
sebab-sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh dan lain sebagainya.
Tiga faktor utama penyebab kematian ibu di
Indonesia adalah:
1.
Faktor
medis (langsung dan tidak langsung),
2.
Faktor
sistem pelayanan.
3.
Faktor
ekonomi, sosial budaya dan peran serta masyarakat.
Upaya penurunan angka kematian ibu dapat
dilakukan :
1.
Pada
masa sebelum masa kehamilan, yaitu perilaku sehat termasuk nutrisi, aktivitas
fisik, perawatan sebelum konsepsi, menghindari substansi yang membahayakan alat
reproduksi,
2.
Perencanaan
masa kehamilan, yaitu dengan perawatan kehamilan awal yang berkualitas,
pengetahuan gejala dan timbulnya tanda munculnya masalah
3.
Pada
masa persalinan yaitu melakukan persalinan yang sehat, persalinan disaat yang
tepat dengan intervensi minimal, serta bantuan pada pasca persalinan yang disertai
penyuluhan serta pemeliharaan kualitas kesehatan lingkungan.
3.2 Saran
Untuk menurunkan angka kematian ibu yang
masih tinggi diperlukan peran serta semua pihak, langkah-langkah yang dapat
diambil diantaranya adalah:
1.
Memberikan KIE
kepada setiap elemen masyarakat mengenai pentingnya kesehatan ibu dan penurunan
angka kematian ibu
2.
Menambah dan melatih
tenaga-tenaga kesehatan agar bisa membantu pengentasan masalah kesehatan
khususnya membantu dalam proses persalinan ibu
3.
Memberikan pelatihan
kepada dukun tradisional dan mengikutsertakan dukun tradisional pada sistem
rujukan dalam proses persalinan ibu melahirkan sehingga proses persalinan ibu
dapat ditangani oleh tenaga-tenaga professional
4.
Perlu
ditingkatkannya akses pada sarana dan pelayanan kesehatan sehingga dapat
menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil
5.
Mengubah paradigma
masyarakat mengenai pentingnya kesehatan ibu dan peran serta para ibu dalam
proses menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarwan Danim, Darwis. Metode
Penelitian Kebidanan. Jakarta : EGC, 2002
Syafrudin,
SKM & Esty Wahyuningsih. Kebidanan komunitas. Jakarta : EGC,
2007
http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1387-lima-strategi-operasional-turunkan-angka-kematian-ibu.html
(diakses), 10.17, 1 Juni 2011.
http://faozangea.blogspot.com/2009/11/faktor-faktor-yang
mempengaruhi.html (diakses), 10.12, 1 Juni 2011.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1802456-empat-faktor
penyebab-kematian-ibu/ (diakses), 10.18, 1 Juni 2011.
http://arali2008.wordpress.com/2010/05/28/tiga-unsur-utama-penyebab-langsung-kematian-ibu/(diakses),
10.25, 1 Juni 2011.
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/450/450/1/2/
(diakses), 10.28, 1 Juni 2011