MAKALAH
OBSTETRI PATOLOGI
“gangguan
mental pada puerperium”
Pembimbing
:
dr.
Umi
Disusun oleh :
1. Andika
Candra Ayundari
2. Lilis
Suryani
3. Putri
Nur Ilviana
4. Uril
Uniq F
5. Yusmi
Putri Irma K
AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH
MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO
2012- 2013
GANGGUAN
MENTAL PADA PUERPERIUM
Gangguan depresif mayor relatif sering terjadi
selama masa nifas. Baik studi retrospektif dan prospektif yang berbasis
komunitas telah menghasilkan angka prevalensi depresi pasca salin mayor dan
minor antara 10-15%. Angka depresi yang dilaporkan dari studi kohort masa nifas
ini relatif sama dengan yang diobservasi dari populasi wanita nonpuerperal. Bila beberapa wanita dilaporkan menderita
gejala-gejala singkat setelah kelahiran anak, depresi berkembang lebih perlahan
lebih dari 6 bulan pertama pasca salin.
Gejala dan tanda depresi masa nifas Biasanya tidak dapat dibedakan dengan gangguan
depresif mayor nonpsikotik yang terjadi pada wanita selain pasca salin.
1.
Afek disforik, iritabilitas, anhedonia, insomnia, dan fatigue adalah
gejala-gejala yang sering dilaporkan.
2.
Kadang-kadang juga didapatkan keluhan somatik.
3.
Perasaan ambivalen atau negatif terhadap bayi sering dilaporkan.
4.
Wanita dengan depresi pasca salin sering mengemukakan keraguannya
terhadap kemampuannya merawat bayinya.
5.
Dalam bentuk yang paling parah, depresi pasca salin bisa menghasilkan
disfungsi yang sangat berat.
6.
Ide bunuh diri sering ditemukan, namun angka bunuh diri relatif rendah
pada wanita yang mengalami depresi selama masa nifas.
7.
Walaupun beberapa studi telah mengevaluasi prevalensi penyakit
psikiatrik komorbid pada populasi ini, ansietas yang berat dan pikiran obsesi
menonjol pada wanita dengan gangguan jiwa masa nifas.
8.
Gejala-gejala ansietas umum, gangguan panik dan gangguan obsesif
kompulsif sering didapatkan pada wanita dengan depresi pasca salin.
PSIKOSIS PUERPERALIS
Psikosis puerperalis adalah bentuk yang paling
berat dari gangguan jiwa masa nifas. Berbeda dengan postpartum blues atau
depresi, psikosis puerperalis lebih jarang terjadi dan angka kejadiannya
berkisar 1-2 per 1000 wanita pasca salin. Penampilannya dramatik dan munculnya
gejala psikosis dalam 48 - 72 jam pasca salin.
Sebagian besar wanita yang menderita psikosis
puerperalis gejalanya berkembang dalam 2-4 minggu pertama pasca salin.Wanita
dengan kelainan ini gejala psikotik dan tingkah laku yang kacau sangat menonjol
sehingga menimbulkan disfungsi yang bermakna. Psikosis puerperalis menyerupai
psikosis afektif yang berkembang cepat dengan gambaran manik, depresif atau
tipe campuran.
Tanda Gejala paling awal adalah
1.
kegelisahan yang tipikal, iritabilitas dan insomnia.
2.
Wanita dengan gangguan ini secara khas memperlihatkan pergantian yang
cepat antara mood yang depresi dan elasi, disorientasi atau depersonalisasi
serta tingkah laku aneh.
3.
Waham biasanya berkisar pada bayinya termasuk waham bahwa anaknya telah
meninggal, anaknya mempunyai kekuatan khusus, atau menganggap anaknya sebagai
jelmaan setan atau Tuhan.
4.
Halusinasi dengar yang menyuruh ibu tersebut untuk menyakiti atau
membunuh dirinya sendiri atau anaknya kadang-kadang dilaporkan.
5.
Walaupun banyak pihak berpendapat bahwa penyakit ini berbeda dengan
gangguan afektif, namun beberapa peneliti berpendapat bahwa psikosis puerperalis
lebih mirip dengan kebingungan atau delirium daripada gangguan mood psikotik
nonpuerperalis.
Penapisan Depresi pasca salin berat dan psikosis mudah
untuk dikenali, namun bentuk yang lebih ringan atau lebih perlahan munculnya
seringkali terlewatkan. Bahkan gejala depresi berat yang muncul selama masa nifas sering
terlewatkan oleh pasien dan perawatnya karena dianggap normal dan sebagai
bagian dari proses kehaliran bayi. Karena sulitnya memprediksikan wanita yang
berada pada populasi umum yang akan berkembang menjadi psikosis puerperalis,
dianjurkan untuk menapis seluruh wanita untuk gejala depresi pada masa nifas.
Hambatan terbesar dalam mendiagnosis depresi pasca salin adalah pada tingkat
klinisi gagal menanyakan adanya gejala-gejala fektif pada wanita masa nifas.
Kunjungan klinis yang standar pada 6 minggu
pertama masa nifas dan kunjungan berikutnya untuk pemeriksaan bayi adalah waktu
yang tepat untuk Kunjungan klinisi yang standar pada 6 minggu pertama masa nifas dan
kunjungan berikutnya untuk pemeriksaan bayi adalah waktu yang tepat untuk
menapis adanya gangguan depresi pasca salin. Bagaimana pun juga penapisan untuk
gangguan afektif selama masa nifas lebih sulit dibandingkan waktu lainnya.
Tanda-tanda neurovegetatif dan
gejala karakteristik depresi mayor, seperti:
1.
gangguan tidur dan nafsu makan
2.
berkurangnya libido
3.
kelelahan juga terdapat pada wanita non-depresi pada masa puerperium
akut.
Banyak skala penilaian yang
dipakai untuk wanita bukan masa nifas (contohnya Beck Depression Inventory)
belum divalidasi pada populasi puerperal. Sebaliknya Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS) yang terdiri dari 10 pertanyaan, yang harus dijawab sendiri telah
digunakan secara luas untuk deteksi depresi pasca salin dan telah dibuktikan
mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang memuaskan pada wanita masa nifas.
Walaupun belum begitu sering
digunakan EPDS dapat mudah digunakan secara bersamaan pada evaluasi rutin
wanita pasca salin. Skala penilaian ini dapat menapis wanita yang butuh
evaluasi psikiatrik lebih lanjut. Skala EPDS saat ini tengah dipakai pada
penelitian kohort multietnik dan multisenter pada depresi pasca salin di
Jakarta.
Penanganan gangguan mental
puerperium
Perawatan bayinya kadang-kadang berlangsung
seperti biasa. Prognosis untuk sembuh sangat baik, tetapi 50% dari ibu tersebut akan mengalami
kekambuhan pada
persalinan berikutnya. Secara umum:
·
Berikan
dukungan psikologik dan bantuan kegiatannya (pada bayinya atau juga dengan perawatan di rumah). Dengarkan yang dikatakan oleh ibu tersebut,
berikan dukungan dan dorongan. Hal ini penting untuk menghindari kejadian yang tidak diharapkan.
·
Kurangi
beban mentalnya.
·
Hindari
membahas masalah emosi bila ibu tersebut masih belum setabil.
·
Bila
digunakan obat-obatan antipsikotik, hendaknya menyadari bahwa obat tersebut mungkin dapat keluar melalui air
susu dan pemberian air susu hendaknya dipertimbangkan kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar