Akbid Siti Khodijah

Akbid Siti Khodijah
Akbid Siti Khodijah

Senin, 01 September 2014

HIV/AIDS dan Pencegahan Penularan ke Anak

ORGANISASI MANAJEMEN
“HIV/AIDS dan Pencegahan Penularan ke Anak”
Logo Akbid Baru 2007 .jpg
Pembimbing : Bu Endah
Disusun oleh :
Andika Candra Ayundari
        Semester  : IV – A            
        NIM                 : 2012.1375     

AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO

2012- 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan tubuh yang digunakan untuk melawan segala penyakit yang datang. Virus ini khususnya menyerang sel T yang berada dalam sel darah putih yang pada akhirnya menyebabkan deficiency T-helper atau limfosit T4 yang memegang peranan penting pada imunitas seluler. Sel limfosit T yang berkurang ditandai dengan berkurangnya jumlah CD4 kurang dari 200/cu mm, atau persentase CD4 di bawah 14%. Berkurangnya CD4 mengakibatkan seseorang mudah diserang beberapa jenis penyakit (sindrom) yang kemungkinan tidak berpengaruh ketika kekebalan tubuh orang tersebut sehat. Penyakit tersebut disebut dengan infeksi oportunistik. CD 4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia. HIV berada terutama dalam cairan tubuh manusia. Cairan yang berpotensial mengandung HIV adalah darah, cairan sperma, cairan vagina dan air susu ibu.
Seseorang akan lebih rentan terserang penyakit jika sistem kekebalan tubuhnya rusak. Pada saat HIV menginfeksi tubuh yang kemudian menyebabkan sel limfosit T4 pada tubuh rusak akan menyebabkan tubuh mudah terkena penyakit terutama ketika jumlah CD4 akan terus berkurang karena infeksi HIV. Kumpulan beberapa gejala yang disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV tadi disebut dengan Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
Proporsi orang yang terinfeksi HIV yang terus bertambah dan dengan tidak adanya obat yang dapat melawan virus ini menyebabkan banyak penderita HIV ini yang kemudian menjadi AIDS dan pada akhirnya tidak banyak yang dapat bertahan terhadap penyakit ini, kebanyakan berakhir dengan kematian.

1.2  Rumusan Masalah
1.2.1        Apakah  pengertian dari HIV/AIDS ?
1.2.2        Bagaimana patofisiologi virus HIV ?
1.2.3        Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan penularan virus HIV/AIDS ?


1.3  Tujuan
1.3.1        Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.
1.3.2        Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
1.3.3        \Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam menangani penularan virus HIV/AIDS.





























BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Pengertian
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIVatau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengPenularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).

2.2  Etiologi
HIV, yang dahulu disebut virus limfotrofik sel-T manusia tipe III (HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek siklus hidup virus (Gbr. 15-1). Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1,Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infeksi-vitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (warga Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Marlink, 1994)

2.3  Bahaya AIDS
Oarang yang telah mengidap virus AIDS akan menjadi pembawa dan penular AIDS selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. AIDS juga dikatakan penyakit yang berbahaya karena sampai saat ini belum ada obat atau vaksin yang bisa mencegah virus AIDS. Selain itu orang terinfeksi virus AIDS akan merasakan tekanan mental dan penderitaan batin karena sebagian besar orang di sekitarnya akan mengucilkan atau menjauhinya. Dan penderitaan itu akan bertambah lagi akibat tingginya biaya pengobatan. Bahaya AIDS yang lain adalah menurunnya sistim kekebalan tubuh. Sehingga serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit atau bahkan meninggal.

2.4  Cara Penularan
Sebelumnya virus AIDS tidak mudah menular virus influensa. Kita tidak perlu terlalu mengucilkan atau menjauhi penderita AIDS, karena AIDS tidak akan menular dengan cara – cara seperti di bawah ini :
a.       Hidup serumah dengan penderita AIDS ( asal tidak mengadakan hubungan seksual ).
b.      Bersenggolan atau berjabat tangan dengan penderita.
c.       Bersentuhan dengan pakaian dan lain-lain barang bekas penderita AIDS.
d.      Makan dan minum.
e.       Gigitan nyamuk dan serangga lain.
f.       Sama-sama berenang di kolam renang

Cara penularan HIV  ada tiga :
1.      Hubungan seksual
Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada yang insertive.
2.      Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.
a.       Transfusi darah yang tercemar HIV
b.      Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya pada para pencandu narkotik suntik.
c.       Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3.      Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selam hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.

2.5  Gejala klinis dan kriteria diagnosis
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat. Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV. Dibagi sebagai berikut:

I.          Tingkat klinis 1 (asimptomatik / Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)).
1.      Tanpa gejala sama sekali.
2.      LGP
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.

II.       Tingkat klinis 2 (dini)
1.      Penurunan berat badan kurang dari 10%.
2.      Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya delmatitis seboroid, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
3.      Helpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4.      Infeksi saluran bagian atas berulang, misalnya sinositi
5.      Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.

III.    Tingkat klinis 3 (menengah)
1.      Penurunan berat badan lebih dari 10 %.
2.      Diare kronik lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3.      Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul maupun terus menerus.
4.      Kandidosis mulut.
5.      Bercak putih berambut di mulut (Hairy Leukoplakia).
6.      Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7.      Infeksi bakterial berat, misalnya Pneumonia.

IV.    Tingkat klinis 4 (lanjut)
1.      Badan menjadi kurus.
2.      Pnemonia Pneumocystis carinii.
3.      Toksoplasmosis.
4.      Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
5.      Kriptokokosis di luar paru.
6.      Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau kelenjar getah bening.
7.      Infeksi virus herpes simpleks di mukokutans lebih dari 1 bulan atau di alat dalam (viseral) lamanya tidak dibatasi.
8.      Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis) yang endemik, yang menyerang banyak organ tubuh (diseminata).
9.      Kandidosis esofagus, trakea, bronkus / paru.
10.  Mikobakteriosis atipik diseminata.
11.  Septikemia salmonella non tifoid.
12.  Tuberkulosis di luar paru.
13.  Limfoma.
14.  Sarkoma kaposi.
15.  Ensefalopati HIV, sesuai dengan kriteria CDC, yaitu gangguan kognitif atau motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali HIV.

2.6  Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :

2.6.1   Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.

2.6.2   Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.

2.6.3   AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.

2.6.4   Full Blown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

2.7  Kelompok Yang Mempunyai Resiko Tinggi Tertular AIDS
a.       Mereka yang sering melakukanhubungan seksual diluar nikah, seperti wanita dan pria tuna susila dan pelanggannya.
b.      Mereka yang mempunyai bayak pasangan seksual misalnya : Homo seks (melakukan hubungan dengan sesama laki-laki), Biseks (melakukan hubungan seksual dengan sesama wanita), Waria dan mucikari.
c.       Penerima transfusi darah
d.      Bayi yang dilahirkan dari Ibu yang mengidap virus AIDS.
e.       Pecandu narkotika suntikan.
f.       Pasangan dari pengidap AIDS

2.8  Komplikasi
a.       Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b.      Neurologik
1.      kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2.      Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3.      Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4.      Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.       Gastrointestinal
1.      Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma   Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.      Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3.      Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d.      Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e.       Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f.       Sensorik
ü  Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
ü  Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

2.9  Pemeriksaan Penunjang
1.      Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2.      Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.      Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar yang diindikasikan adalah sebagai berikut :
Semua pasien                                                  CD4 <200 sel/mm3
Antigen permukaan HBV*                              Rontgen toraks
Antibody inti HBV+                                       RNA HCV
Antibody HCV                                               Antigen kriptokukus
Antibody IgG HAV                                       OCP tinja
Antibody Toxoplasma                                   
Antibody IgG sitomegalovirus                       CD4 <100 sel/mm3
Serologi Treponema                                        PCR sitomegalovirus
Rontgen toraks                                             Funduskopi dilatasi
Skrining GUM                                                EKG
Sitologi serviks (wanita)                                 Kultur darah mikrobakterium
·         HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C
·         *Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.
·         + Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi
·         Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4.      ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5.      WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.       PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a.       Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b.       Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c.       Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d.      Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7.      Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.      Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

2.10          Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.      Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.      Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.      Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.      Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5.      Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3.      Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.       Didanosine
b.      Ribavirin
c.       Diedoxycytidine
d.      Recombinant CD 4 dapat larut

4.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5.      Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.11          Pencegahan Penularan HIV/AIDS ke Anak
a.       PMTCT – umum
Untuk mencegah penularan pada bayi, yang paling penting adalah mencegah penularan pada ibunya dulu. Harus ditekankan bahwa hanya si bayi hanya dapat tertular oleh ibunya. Jadi bila ibunya HIV-negatif, PASTI si bayi juga tidak terinfeksi HIV. Status HIV si ayah TIDAK mempengaruhi status HIV si bayi.
Mengapa? Kita sering salah ngomong bahwa salah satu cairan tubuh manusia yang mengandung HIV adalah ‘cairan sperma’. Ini SALAH! Yang mengandung virus pada laki-laki yang HIV-positif adalah air mani, BUKAN sperma. Hal ini ibarat ikan dalam air laut: airnya mengandung virus, bukan ikan. Sperma tidak mengandung virus, dan oleh karena itu, telur si ibu TIDAK dapat ditularkan oleh sperma
Jelas, bila si perempuan tidak terinfeksi, dan melakukan hubungan seks dengan laki-laki tanpa kondom dalam upaya buat anak, ada risiko si perempuan tertular. Dan bila perempuan terinfeksi pada waktu tersebut, dia sendiri dapat menularkan virus pada bayi. Tetapi si laki-laki tidak dapat langsung menularkan janin atau bayi. Hal ini menekankan pentingnya kita menghindari infeksi HIV pada perempuan.
Tetapi untuk ibu yang sudah terinfeksi, kehamilan yang tidak diinginkan harus dicegah. Bila kehamilan terjadi, harus ada usaha mengurangi viral load ibu di bawah 1.000 agar bayi tidak tertular dalam kandungan, mengurangi risiko kontak cairan ibunya dengan bayi waktu lahir agar penularan tidak terjadi waktu itu, dan hindari menyusui untuk mencegah penularan melalui ASI. Dengan semua upaya ini, kemungkinan si bayi terinfeksi dapat dikurangi jauh di bawah 8%.

b.      agar ibu tidak tertular
Jelas yang paling baik adalah mencegah penularan pada perempuan. Hal ini membutuhkan peningkatan pada program pencegahan, termasuk penyuluhan, pemberdayaan perempuan, penyediaan informasi dan kondom, harm reduction, dan hindari transfusi darah yang tidak benar-benar dibutuhkan.

c.       cegah kehamilan yang tidak diinginkan
Untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, program tidak jauh berbeda dengan pencegahan infeksi HIV. Odha perempuan yang memakai ART harus sadar bahwa kondom satu-satunya alat KB yang efektif. Dalam hal ini, mungkin kondom perempuan adalah satu sarana yang penting.

d.      PMTCT dengan ART penuh
Untuk mengurangi viral load ibu, cara terbaik adalah dengan memakai ART penuh sebelum menjadi hamil. Ini akan mencegah penularan pada janin. ART dapat diberikan walaupun dia tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART; setelah melahirkan bisa berhenti lagi bila masih tidak dibutuhkan.
Pedoman baru dari WHO melonggarkan kriteria ART untuk perempuan hamil. WHO mengusulkan perempuan hamil dengan penyakit stadium klinis 3 dan CD4 di bawah 350 ditawarkan ART. Jelas bila CD4 di bawah 200, atau mengalami penyakit stadium klinis 4, sebaiknya si perempuan memakai ART.
Namun ada sedikit keraguan dengan rejimen yang sebaiknya diberikan pada perempuan. Perempuan hamil tidak boleh diberikan efavirenz pada triwulan pertama. Tetapi juga ada masalah dengan pemberian nevirapine pada perempuan dengan CD4 yang masih tinggi: efek samping ruam dan hepatotoksisitas (keracunan hati) lebih mungkin dialami oleh perempuan dengan di atas 250. Jadi dibutuhkan pemantauan yang lebih ketat, sedikitnya pada beberapa minggu pertama, bila nevirapine diberikan pada perempuan dengan CD4 di atas 250.
PMTCT – mulai dini
Namun sering kali si ibu baru tahu dirinya terinfeksi setelah dia hamil. Mungkin ARV tidak terjangkau. Seperti dibahas, ibu hamil tidak boleh memakai efavirenz pada triwulan pertama, tetapi mungkin nevirapine menimbulkan efek samping. Bila dia pakai terapi TB, diusulkan dihindari nevirapine, walaupun boleh tetap dipakai NNRTI ini bila tidak ada pilihan lain. Dan apa dampak bila ART diberikan pada perempuan tetapi tidak pada suami yang terinfeksi juga? Apakah si perempuan akan kasih obatnya pada suami, atau lebih buruk lagi, obatnya dibagi dengan dia?
Bila menghadapi beberapa masalah ini, atau si perempuan tetap tidak memenuhi kriteria untuk mulai ART penuh, sebaiknya dia ditawarkan protokol yang berikut:

Ibu:
AZT dari minggu 28
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari

Bayi:
NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 7 hari
AZT dan 3TC diteruskan setelah melahirkan untuk mencegah timbulnya resistansi pada nevirapine, karena walaupun hanya satu pil diberikan waktu persalinan, tingkat nevirapine dapat tetap tinggi dalam darah untuk beberapa hari, jadi serupa dengan monoterapi dengan nevirapine. Hal yang serupa pada bayi dicegah dengan pemberian AZT setelah dosis tunggal nevirapine.
Sekali lagi, protokol ini membutuhkan diagnosis dan perawatan agak dini, dan obat harus tersedia. Bila ibu diberikan AZT untuk kurang dari empat minggu sebelum melahirkan, AZT pada bayi sebaiknya diteruskan selama empat minggu, bukan tujuh hari.
PMTCT – mulai lambat
Bila baru dapat mulai pengobatan waktu persalinan, protokol yang dapat dipakai seperti berikut:

Ibu:
NVP dosis tunggal + AZT + 3TC saat melahirkan
AZT + 3TC diteruskan selama 7 hari

Bayi:
NVP dosis tunggal + AZT segara setelah lahir
AZT diteruskan selama 4 minggu
Makanan bayi
Sampai 10% bayi dari ibu HIV-positif tertular melalui menyusui, tetapi jauh lebih sedikit bila disusui secara eksklusif. Sebaliknya lebih dari 3% bayi di Indonesia meninggal akibat infeksibakteri, yang sering disebabkan oleh makanan atau botol yang tidak bersih. Ada juga yang diberi pengganti ASI (PASI) dengan jumlah yang kurang sehingga bayi meninggal karena malnutrisi. ASI memberi semuanya yang dibutuhkan oleh bayi untuk tumbuh dan melawan infeksi. Jadi sering kali bayi lebih berisiko bila diberi PASI daripada ASI dari ibu HIV-positif. Oleh karena itu usulan sekarang adalah agar bayi diberi ASI eksklusif untuk enam bulan pertama, kemudian disapih mendadak

e.       bila dapat dipastikan bahwa PASI secara eksklusif dapat diberi dengan cara AFASS:
A         = Affordable (terjangkau)
F          = Feasible (praktis)
A         = Acceptable (diterima oleh lingkungan)
S          = Safe (aman)
S          = Sustainable (kesinambungan)
Itu berarti tidak boleh disusui sama sekali. Ada banyak masalah: mahalnya harga susu formula, sehingga sering bayi tidak diberi cukup; kalau bayi menangis, ibu didesak untuk menyusuinya; ibu yang tidak menyusui dianggap kurang memperhatikan bayi, atau melawan dengan asas; air yang dipakai tidak bersih, atau campuran tidak disimpan secara aman; dan apakah PASI dapat diberi terus-menerus.
ASI eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI dari saat lahir tanpa makanan atau minuman lain, termasuk air. ASI adalah sangat halus, mudah diserap oleh perut/usus. Makanan lain lebih keras sehingga lapisan perut/usus membuka agar diserap, membiarkan HIV dalam ASI menembus dan masuk darah bayi. Jadi risiko penularan tertinggi bila bayi diberi ASI yang mengandung HIV, bersamaan dengan makanan lain. Harus ada kesepakatan sebelum melahirkan antara ibu, ayah dan petugas medis agar bayi langsung disusui setelah lahir, sebelum diberi makanan/minuman lain. Setelah enam bulan, sebaiknya disapih secara mendadak (berhenti total menyusui).

Saat ini di Indonesia, jarang kita dapat bertemu dengan dokter kandungan atau dokter anak yang berpengetahuan mengenai HIV, masalah perempuan dengan HIV, dan bagaimana mencegah penularan HIV dari ibu-ke-bayi. Dengan semakin banyak perempuan terinfeksi HIV, sudah waktunya setiap Pokja AIDS di rumah sakit rujukan AIDS melibatkan dokter kandungan dan dokter anak

























BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV, Human Immunodeficiency Virus. Apabila anda terinfeksi HIV, maka tubuh anda akan mencoba untuk melawan infeksi tersebut. Tubuh akan membentuk “antibodi”, yaitu molekul-molekul khusus untuk melawan HIV.
Tes darah untuk HIV berfungsi untuk mencari keberadaan antibodi tersebut. Apabila anda memiliki antibodi ini dalam tubuh anda, maka artinya anda telah terinfeksi HIV. Orang yang memiliki antibodi HIV disebut ODHA.
Menjadi HIV-positif, atau terkena HIV, tidaklah sama dengan terkena AIDS. Banyak orang yang HIV-positif tetapi tidak menunjukkan gejala sakit selama bertahun-tahun. Namun selama penyakit HIV berlanjut, virus tersebut secara perlahan-lahan merusak sistem kekebalan tubuh. Apabila kekebalan tubuh anda rusak, berbagai virus, parasit, jamur, dan bakteria yang biasanya tidak mengakibatkan masalah dapat membuat anda sangat sakit. Inilah yang disebut “infeksi oportunistik”.
Menurut pandangan agama HIV / AIDS itu buruk, karena penularannya pun terjadi melalui cara yang dilarang oleh agama. Salah satunya HIV / AIDS ditularkan melalui hubungan seks bebas.

3.2  Saran
Agar kita semua terhindar dari AIDS, maka kita harus berhati-hati memilih pasangan hidup, jangan sampai kita menikah dengan pasangan yang mengicap HIV / AIDS, karena selain dapat menular kepada diri kita sendiri juga dapat menular kepada janin dalam kandungan kita. Kita juga harus berhati-hati dalam pemakaian jarum suntik secara bergantian dan tranfusi darah dengan darah yang sudah terpapar HIV.







DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

BUKU PANDUAN BELAJAR SPK, KURIKULUM 1994 Penerbit.  DEPDIKBUD/DEPKES, tahun 1997


Tidak ada komentar:

Posting Komentar