ASUHAN BALITA
“Kwashiorkor
dan Marasmus”
Disusun Oleh:
AKADEMI KEBIDANAN SITI KHODIJAH
MUHAMMADIYAH
SEPANJANG – SIDOARJO
Jl. Raya rame Pilang No.04 Wonoayu Sidoarjo
2013 – 2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “KWASHIORKOK &
MARASMUS”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian KWASHIORKOR &
MARASMUS atau yang lebih khususnya membahas patofisiologis, gejala,
pemeriksaan, komplikasi serta tata laksana kwashiorkor & marasmus.
Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
KKP.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb
Sidoarjo, Agustus 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi makronutrient (zat
gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari
defisiensi makronutrient kepada defisiensi mikronutrient, tetapi beberapa daerah
di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan
penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.
Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan kwashiorkor, marasmus, dan marasmik
kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan
karena kurang energi dan marasmik kwashiorkor disebabkan karena kurang energi
dan protein. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah
konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP
timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat
gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa
daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger
Oedeem).
Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu
masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan
kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I
pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan
tulang punggung pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III
pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan
dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk
meningkatkan keadaan gizi masyarakat.
1.2.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Kata “kwarshiorkor”
berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati “anak yang kekurangan kasih sayang
ibu”. Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang
disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang
normal atau tinggi Kwashiorkor paling seringnya
terjadi pada usia antara 1-4 tahun, namun dapat pula terjadi pada bayi.
Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi
dari parasit atau infeksi lain.
Kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan
oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh
yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu
bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) Dengan beberapa karakteristik
berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis.
Marasmus berasal dari kata marasmos (bahasa jerman) yang berarti sekarat. Mal
nutrisi jenis ini biasanya biasanya berupa kelambatan pertumbuhan, hilangnya
lemak di bawah kulit, mengecilnya otot, menurunnya selera makan dan
keterbelakangan mental.
Marasmus adalah salah satu bentuk Malnutrisi paling sering ditemui pada balita
penyebabnya antara lain karen amasukan makanan yang sangat kurang, infeksi,pembawaan lahir, prematuritas, penyakit
pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan memiliki satu atau lebih tanda
defisiensi protein dan kalori.
Marasmik Kwashiorkor adalah suatu sindrom protein calorie malnutrition di mana ditemukan
gejala-gejala marasmus dan juga terdapat gejala-gejala kwashiorkor. Jadi,
marasmik kwashiorkor merupakan sindrom perpaduan dari marasmus dan kwashiorkor.
2.2.
ETIOLOGI
·
Penyebab terjadinya
kwashiorkor adalah
inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat
menyebabkan hal tersbut diatas antara lain:
1. Pola makan
Protein (dan
asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/asam amino yang memadai. Bayi
yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu,
telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan
ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi
kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di
negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan
politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu
dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya
kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan
keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat
pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak
dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama
diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun
dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
·
Penyebab Marasmus :
Marasmus
ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat. Keadaan ini merupakan
hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi.
Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang
dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara
garis besar sebab – sebab marasmus antara lain :
1. pemasukan kalori yang tidak cukup, marasmus terjadi
akibat masukan kalori yang sedikit.
2. pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidak tahuan orang tua si anak ; misalnya pemakaian
secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
3. kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka
yang mempunyai hubungan orangtua dan anak terganggu.
4. kelainan metabolic. Misalnya : renal asidosis,
idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. Malformasi
kongenital misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
2.3. PATOFISIOLOGI
· Marasmus
Untuk kelangsungan hidup jaringan diperlukan sejummlah
energi yang dalam keadaan normal dapat dipenuhhi dari makanan yang diberikan.
Kebutuhan ini tidak terpenhi pada masukan yang kurang, karena itu untuk
pemenuhannya digunakan cadangan protein senagai sumber energi. Pengahancuran
jaringan pada defesiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi,
tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya,
seperti berbagai asam amino.
· Kwashiorkor
Pada defesiensi protein murni tidak terjadi
katabolisme jaringan yang sangat lebih, karena persediaan energi dapat dipenuhi
oleh jumlah kalori dalam dietnya. kelainanan yang mencolok adalah gangguan
metabolik dan perubahan sel yang meyebabkan edem dan perlemakan hati. Karena
kekurangan protein dalam diet, akan terjadi kekurangan berbagai asam amino esensial
dalam serum yang diperlukan untuk sentesis dan metabolisme. Makin kekurangan
asam amnino dalam serum ini akan menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh
hepar yang kemudian berakibat edem. perlemakan hati terjadi karena gangguan
pembentukan beta-lipoprotein, sehingga transport lemak dari hati kedepot
terganggu, dengan akibat terjadinya penimbunan lemah dalam hati.
2.4. GEJALA
· Marasmus
a) Perubahan psikis , anak
menjadi cengeng, cerewet walaupun mendapat minum.
b) Pertumbuhan berkurang atau terhenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
b) Pertumbuhan berkurang atau terhenti.
c) Berat badan anak menurun, jaringan subkutan menghilang ( turgor jelek dan kulit keriput.
d) Vena superfisialis kepala lebih nyata, frontal sekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata lebih besar dan cekung.
e) Hipotoni akibat atrofi otot
f) Perut buncit
g) Kadang-kadang terdapat edem ringan pada tungkai
h) Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis.
· Kwashiorkor
1)
Secara umum anak tampak sembab, latergik, cengeng dan
mudah terangsang, pada tahap lanjut anak menjadi apatus dan koma.
2)
Pertumbuhan terlambat
3)
Udema
4)
Anoreksia dan diare.
5)
Jaringan otot mengecil, tonus menurun, jaringan
subcutis tipis dan lembek.
6)
Rambut berwarna pirang , berstruktur kasar dan kaku
serta mudah dicabut.
7)
Kelainan kulit, tahap awal kulit kering, bersisik
dengan garis-garis kulit yang dalam dan lebam, disertai defesiensi vitamin B
kompleks, defesiensi eritropoitin dan kerusakan hati.
8)
Anak mudah terjangkit infeksi
9)
Terjadi defesiensi vitamin dan mineral
· Marasmic kwashiorkor
Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma)
gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut
menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh
mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai
Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai, bayi/anak akan
jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein dipakai untuk energi,
gejala kwashiorkor akan menyertai. Hal ini dapat terjadi pada anak yang dietnya
hanya mengandung karbohidrat saja seperti beras, jagung atau singkong yang
miskin akan protein.
2.5. PEMERIKSAAN
Untuk menegakkan diagnosis
kwashiorkor ini bias kita lihat melalui pemeriksaan fisis dan pemeriksaan
laboratorium. Dari pemeriksaan fisis yang pertama adalah inspeksi, dapat kita
lihat fisik penderita secara umum seperti yang telah dijelaskan diatas antara
lain edema dan kurus, pucat, moon face, kelainan kulit misalnya
hiperpigmentasi, crazy pavement dermatosis. Pada palpasi ditemukan
hepatomegali.
Sementara untuk pemeriksaan
laboratorium ada beberapa hal yang penting diperhatikan berupa :
§ tes darah (Hb,
glukosa, protein serum, albumin)
§ kadar enzim
pencernaan
§ biopsi hati
§ pem. tinja
& urin
perubahan yang paling khas adalah penurunan konsentrasi albumin dalam
serum. Ketonuria lazim ditemukan pada tingkat awal karena kekurangan
makanan,tetapi sering kemudian hilang pada keadaan penyakit lebih lanjut.
Kadar glukosa darah yang rendah, pengeluaran hidrosiprolin melalui urin,kadar
asam amino dalam plasma dapat menurun,jika dibandingkan dengan asam-asam amino
yang tidak essensial dan dapat pula ditemukan aminoasiduria meningkat.
Kerap kali juga ditemukan kekurangan kalium dan magnesium.Terdapat juga
penurunan aktifitas enzim-enzim dari pancreas dan xantin oksidase,tetapi
kadarnya akan kembali menjadi normal segera setelah pongobatan dimulai.
2.6. KOMPLIKASI
- shock
- koma
- cacat permanent
- Defisiensi vitamin A
- Dermatosis
- Kecacingan
- Diare kronis
- Tuberculosis
2.7. TATA
LAKSANA
Prinsip pengobatanya adalah:
1)
Memberikan makanan yang mengandung banyak
proteinbernilai biologik tinggi, tinggi
kalori, cukup cairan, vitamin dan mineral
2)
Makanan harus dihidangkan dalam bentuk mudah
dicerna dan diserap
3)
Makanan diberikan secara bertahap, karena toleransi
terhadap makanan sangat rendah.
4)
Penanganan terhadap penyakit penyerta.
5)
Tindak lanjut berupa pemantauan kesehatan penderita
dan penyuluhan gizi terhadap keluarga.
Dalam aplikasinya penanganan marasmus berat pada tahap awal adalah
mengatasi kelainan akut, seperti diare, bronkopneumonia, atau penyakit infeksi
berat lainnya, gangguan elektrolit dankeseimbangan asam basa, renjatan(shock),
gagal ginjal, gagal jantung. Dalam keadaan dehidrasi danasidosis pedoman
pemberian cairan paraenteral adalah sebagai berikut:
1)
Jumlah cairan adalah 250 ml/kg BB/har.
2)
Jenis cairan yang dipilih adalah Darrow-glukosa aa
dengan kadar glukosa dinaikkan menjadi 10% bila
terdapat hipoglikemia.
3)
Cara pemberiannya adalah sebanyak 60 ml/kg BB
diberikan dalam 4-8 jam pertama,kemudian sisanya diberikan dalam waktu 16-20
jam berikutnya. Selain itu ASI ataususu formula dapat diberikan per oral bila
anak telah dapat minum. Pengobatan cairanintravena tersebut dapat dimodifikasi
sesuai keadaan penderita dan jenis penyakit penyerta
Makanan tinggi energi tinggi protein (TETP) diolah dengan kandungan protein
yang dianjurkanadalah 3,0 ± 5,0 g/kg BB sehari. Biasanya dalam pemberian
makanan diperlukan pula penambahanvitamindan mineral, khususnya vitamin A,
vitamin B kompleks, vitamin C, asam folat mineralkalium, magnesium, dan besi.
Asam folat diberikan per oral dengan variasi dosis antara 3x5 kali mg/hari
pada anak kecildan 3x15 pada anak besar. Kebutuhan kalium dipenuhi dengan
pemberian KCL oral sebanyak 75-100 mg/kg BB/hari (ekuivalen dengan 1-2mEq/kg
BB/hari); bila terdapat tanda hipokalemia diberikan KCL secara intravena dengan
dosis 3-4 mEq/kg BB. Magnesium diberikan intramuskularatau intravena dalam
bentuk larutan MG-sulfat 50% sebanyak 0,4-0,5 mEq/kg BB/hari selama 4-5hari pertama
perawatan.
Pada hari perawatan ke 5 sampai ke 10 diberikan per oral dalam
bentuklarutan Mg-klorida dengan dosis0,1-0,3 mEq/kg BB/hari. Termurah adalah
fero-sulfat dengan dosis3x10 mg/kg BB/hari per oral atau parenteral. Pada
keadaan hipoglikemia berat (glukosa darah <30mg/dl) diberikan 1-2 ml glukosa
40%/kg BB secara intravena. Karena sering terjadi defisiesi enzim disakaridase, pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan lebih banyak menolong, pemberian lemak nabati akan lebih baik dari
lemak hewani.
Penyuluhan dan pemberian makanan yang adekuat, baik kualitas maupun
kuantitas,merupakan upaya pencegahan yang ampuh. Bahan makanan yang dikonsumsi
hendaknya berasaldari sumber makanan setempat. Dalam menangani masalah Marasmu
perlu juga dipertimbangkanfaktor ekonomi, sosial, dan budaya keluarga atau
masyarakat lingkungannya.
Terapi dietetik
Cara pemberian makan pada marasmus berat dibagi atas 3 tahap :
1.
Tahap penyesuaian
Tahap ini merupakan peralihan ke makanan biasa selama toleransi anak
terhadap makanan masihrendah. Makanan yang diberikan diawali dengan yang lebih
encer, lebih cair, bernilai kalori danprotein rendah, kemudian secara bertahap
ditingkatkan hingga tercapai jumlah kalori 150-200kkal/kg BB dan protein
3,0-5,0 g/kg BB sehari.tergantung dari kemampuan penderita lamapenyesuaian ini
biasanya bervariasi 1-2 minggu; atau lebih lama. Pada aplikasinya penderita
dibagimenjadi 2 golongan menurut berat badannya, yaitu berat badan kurang dari
7 kg dan lebih dari 7 kg.
· Berat badan kurang dari 7 kg.
Jenis makanan yang diberikan adalah makanan bayi. Pada awal perawatan
makanan utamanyadalah susu yang diencerkan (1/3,2/3,3/3) atau susu formula yang
dimodifikasi (susu rendah laktosa).Untuk tambahan kalori dapat diberikan
glukosa 2-5% dan tepung 2%. Kemudian secara berangsurdapat diberikan buah +
biskuit. Makanan lunak dan makanan lembik. Selain itu bila
ada ASI dapatterus diberikan
· Berat badan lebih dari 7 kg
Jenis makanan adalah makanan
untuk anak berumur kebih dari 1 tahun, dimulai denganpemberian kalori 50
kkal/kg BB. Protein 1,0 g/kg BB, dan cairan 200 ml/kg BB sehari. Bentukmakan
yang diberikandimukai dengan pemberian makanan cair yang diencerkan,
kemudiansecara bertahap dikentalkan (1/3,2/3,3/3). Bahan makanan utama dan
sumber protein makanancair adalah susu. Sebagai tambahan kalori dapat
diberikanglukosa 5%. Dalam tahap awal inimakanan cair diberikan lebih sering
dengan porsi lebih kecil dan bila perlu dengan sonde. Setelahdiberikanmakanan
cair penuh dan toleransi makanan anak membaik, dapat dimulai denganpemberian
makanan lunak, disusul dengan makanan biasa.
2.
Tahap penyembuhan
Bila keadaan umum anak, toleransi
terhadap makanan, dan nafsu makan membaik, pemberia nmakanan dapat ditingkatkan
secara berangsur setiap 1-2 hari sehingga tercapai konsumsi kalori sebanyak
150-200 kkal/kg BB dan protein 3,0-5,0 g/kg BB sehari
3.
Tahap lanjutan
BAB III
PENUTUP
Demikian yang
dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini.
Penulis banyak
berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan makalah
di kesempatan – kesempatan berikutnya.
Semoga makalah
ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada
umumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar